Kamis, 22 Maret 2018



Jajanan favorite ๐Ÿ˜† sukaaa bgt saya sama jajanan satu iniii... Yap sate odeng namanya d tambah fish cake nya,  mau bikin d rumah juga bisa,  lebih praktis sih ada fish cake ny / shabu shabu steamboat dikulkas udah gitu kamu rebus terus tusuk tusuk deh, finish lah,  gampang kan?  Atau klo gak mau ditusuk bisa bikin kuah sendiri kuah tomyam atau kuah kaldu,  dan itu menurutku enak bgt versi pedasnya,  bikin suki kuah tambahin ajah mie,  sosis, sayuran pakchoy, jamur, udang dan pasti kuah nya pedes ya! ๐Ÿ˜  ga sempet foto yg versi sup nya,  saking enaknya haha #selain enak lucu juga kan yaaa

Selasa, 20 Maret 2018

Ciri Ajaran Yang Lurus Dan Sesat

Bagaimana membedakan antara jalan yang lurus dan ajaran yang sesat? Perhatikan ciri-cirinya berikut ini.

Ciri Ajaran yang Lurus

Kita senantiasa berdoa pada Allah dalam shalat kita minimal 17 kali dalam sehari, yaitu saat membaca surat Al-Fatihah. Kita senantiasa meminta pada Allah,
ุงู‡ْุฏِู†َุง ุงู„ุตِّุฑَุงุทَ ุงู„ْู…ُุณْุชَู‚ِูŠู…َ (6) ุตِุฑَุงุทَ ุงู„َّุฐِูŠู†َ ุฃَู†ْุนَู…ْุชَ ุนَู„َูŠْู‡ِู…ْ ุบَูŠْุฑِ ุงู„ْู…َุบْุถُูˆุจِ ุนَู„َูŠْู‡ِู…ْ ูˆَู„َุง ุงู„ุถَّุงู„ِّูŠู†َ (7)
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah: 6-7)
Dalam Tafsir Ibnu Katsir diterangkan yang diminta dalam ayat di atas adalah hidayah al-irsyad wa at-taufiq, yaitu hidayah untuk bisa menerima kebenaran dan mengamalkannya, bukan sekedar hidayah untuk dapat ilmu. Jadi maksudnya kata beliau, kita minta pada Allah, tunjukkankah kita pada jalan yang lurus.
Adapun makna shirathal mustaqim, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Katsir dengan menukil perkataan dari Imam Abu Ja’far bin Jarir bahwa para ulama sepakat bahwa shirathal mustaqim yang dimaksud adalah jalan yang jelas yang tidak bengkok.
Akan tetapi, para ulama pakar tafsir yang dulu dan sekarang punya ungkapan yang berbeda-beda untuk menjelaskan apa itu shirath. Namun perbedaan tersebut kembali pada satu pengertian, shirathal mustaqim adalah jalan yang mengikuti ajaran Allah dan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian kesimpulan dari Ibnu Katsir.
Secara jelas jalan yang lurus diterangkan pada ayat selanjutnya,
ุตِุฑَุงุทَ ุงู„َّุฐِูŠู†َ ุฃَู†ْุนَู…ْุชَ ุนَู„َูŠْู‡ِู…ْ
“Jalan yang engkau beri nikmat pada mereka.”
Adh-Dhahak berkata dari Ibnu ‘Abbas bahwa jalan tersebut adalah jalan yang diberi nikmat dengan melakukan ketaatan dan ibadah pada Allah. Jalan tersebut telah ditempuh oleh para malaikat, para nabi, para shiddiqin, para syuhada dan orang-orang shalih. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Allah,
ูˆَู…َู†ْ ูŠُุทِุนِ ุงู„ู„َّู‡َ ูˆَุงู„ุฑَّุณُูˆู„َ ูَุฃُูˆู„َุฆِูƒَ ู…َุนَ ุงู„َّุฐِูŠู†َ ุฃَู†ْุนَู…َ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِู…ْ ู…ِู†َ ุงู„ู†َّุจِูŠِّูŠู†َ ูˆَุงู„ุตِّุฏِّูŠู‚ِูŠู†َ ูˆَุงู„ุดُّู‡َุฏَุงุกِ ูˆَุงู„ุตَّุงู„ِุญِูŠู†َ ูˆَุญَุณُู†َ ุฃُูˆู„َุฆِูƒَ ุฑَูِูŠู‚ًุง
Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An-Nisa’: 69)
Kesimpulannya, ciri ajaran yang lurus adalah mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah, dengan pemahaman yang benar dari para sahabat radhiyallahu ‘anhum.
Lawan dari ajaran yang lurus adalah ajaran yang sesat. Bagaimana ciri-cirinya?

Ciri Ajaran atau Aliran yang Sesat

Ada beberapa ciri aliran sesat yang telah disampaikan oleh Majelis Ulama Indonesia yang kami jabarkan dengan contoh dan sedikit penjelasan di bawah ini.

Pertama, mengingkari rukun iman dan rukun Islam.
Contoh seperti aliran Rafidhah (baca: Syi’ah) yang merubah rukun Islam ke-6 menjadi imamah dan menambah atau mengubah syahadat, atau kelompok sesat yang menambah syahadat dengan syahadat pribadi.

Kedua, meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar’i (Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Contoh kasusnya ada kelompok yang meyakini dan meramalkan kiamat akan terjadi pada tahun 2012, padahal kapan terjadinya kiamat adalah rahasia Allah. Allah Ta’ala berfirman,
ุฅِู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ุนِู†ْุฏَู‡ُ ุนِู„ْู…ُ ุงู„ุณَّุงุนَุฉِ ูˆَูŠُู†َุฒِّู„ُ ุงู„ْุบَูŠْุซَ ูˆَูŠَุนْู„َู…ُ ู…َุง ูِูŠ ุงู„ْุฃَุฑْุญَุงู…ِ ูˆَู…َุง ุชَุฏْุฑِูŠ ู†َูْุณٌ ู…َุงุฐَุง ุชَูƒْุณِุจُ ุบَุฏًุง ูˆَู…َุง ุชَุฏْุฑِูŠ ู†َูْุณٌ ุจِุฃَูŠِّ ุฃَุฑْุถٍ ุชَู…ُูˆุชُ ุฅِู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ุนَู„ِูŠู…ٌ ุฎَุจِูŠุฑٌ
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Luqman: 34).

Ketiga, meyakini turunnya wahyu setelah Al-Qur’an.
Contohnya Mirza Ghulam Ahmad pimpinan Ahmadiyah dengan kitab Tadzkirahnya.

Keempat, mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Al-Quran.
Contohnya Sumanto Al-Qurtubi dengan bukunya yang berjudul lubang hitam agama yang menganggap Al-Qur’an hasil konspirasi jahat antara Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu dengan para penulis dan Al-Quran dianggap sebagai barang rongsokan yang sudah usang. Padahal Allah sendiri menyatakan,
ุฅِู†َّุง ู†َุญْู†ُ ู†َุฒَّู„ْู†َุง ุงู„ุฐِّูƒْุฑَ ูˆَุฅِู†َّุง ู„َู‡ُ ู„َุญَุงูِุธُูˆู†َ
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9). Kalau Allah yang memelihara, lantas kita mau katakan ada konspirasi di dalamnya? Padahal Allah adalah sebaik-baik penjaga.
Kemudian Syi’ah yang berpendapat Al-Qur’an di tangan kita telah dipalsukan dan mereka yakini adanya mushaf Fatimah.

Kelima, melakukan penafsiran Al-Qur’an yang tidak berdasarkan kaidah tafsir.
Kasus percontohannya seperti Ahmad Hariadi yang mengaku mantan Ahmadiyah dengan tafsirnya bernama Yassarna Al-Qur’an. Kemudian ada kelompok Ir. Arief Mulyadi Tatang Nana dalam buku kumpulan pemahaman Al-Quran ayat bil ayat yang menyebutkan kita semua adalah turunan pembunuh (qabil yang membunuh habil). Lalu ada Gafatar pimpinan “Nabi Palsu” Ahmad Mosadeq yang mengartikan zakat dengan “yang menjaga kebersihan mental dan spiritual “.

Keenam, mengingkari kedudukan hadits nabi sebagai sumber ajaran Islam.
Kasus percontohannya juga seperti Ahmad Hariadi mantan mubaligh Ahmadiyah dan yang merubah waktu ibadah haji dan pakaian ihram. Murid Ir. Arief Mulyadi Tatang Nana dengan paham quraninya yang menganggap tidak ada zakat fitrah dan mal/harta.

Ketujuh, melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul.
Kasus percontohan Abah Maisah Kurung Faridlal Athras Al-Kindy yang menyebutkan bahwa isteri Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak 41 orang.

Kedelapan, mengingkari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai nabi dan rasul terakhir.
Kasus percontohan seperti Ahmadiyah yang menganggap ada lagi nabi setelah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu Mirza Ghulam Ahmad namun tidak boleh ada lagi nabi sesudah Mirza Ghulam Ahmad. Lalu pengajian faham qurani Tatang Nana yang menganggap bahwa pada setiap perkumpulan ada nabi dan rasulnya.
Padahal dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan,
ู…َุง ูƒَุงู†َ ู…ُุญَู…َّุฏٌ ุฃَุจَุง ุฃَุญَุฏٍ ู…ِู†ْ ุฑِุฌَุงู„ِูƒُู…ْ ูˆَู„َูƒِู†ْ ุฑَุณُูˆู„َ ุงู„ู„َّู‡ِ ูˆَุฎَุงุชَู…َ ุงู„ู†َّุจِูŠِّูŠู†َ
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi.” (QS. Al-Ahzab: 40)
Dari Tsauban, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
 ูˆَุฅِู†َّู‡ُ ุณَูŠَูƒُูˆู†ُ ูِู‰ ุฃُู…َّุชِู‰ ุซَู„ุงَุซُูˆู†َ ูƒَุฐَّุงุจُูˆู†َ ูƒُู„ُّู‡ُู…ْ ูŠَุฒْุนُู…ُ ุฃَู†َّู‡ُ ู†َุจِู‰ٌّ ูˆَุฃَู†َุง ุฎَุงุชَู…ُ ุงู„ู†َّุจِูŠِّูŠู†َ ู„ุงَ ู†َุจِู‰َّ ุจَุนْุฏِู‰
Akan ada pada umatku tiga puluh orang pendusta yang kesemuanya mengaku sebagai Nabi, padahal aku adalah penutup para Nabi dan tidak ada Nabi lagi sesudahku.” (HR. Tirmidzi, no. 2219 dan Ahmad, 5: 278. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Kesembilan, mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan oleh syariat.
Kasus percontohan seperti Syi’ah yang merubah tata cara adzan, iqamah, wudhu, bacaan dan praktik shalat. Kemudian Islam Al-Haq di Garut yang shalat ke seluruh penjuru angin. Lalu Yusman Roy di Malang yang mengajarkan shalat billingual 2 (dua) bahasa.
Padahal ajaran Islam sudah sempurna, tak boleh ditambah dan dikurangi. Allah Ta’ala berfirman,
ุงู„ْูŠَูˆْู…َ ุฃَูƒْู…َู„ْุชُ ู„َูƒُู…ْ ุฏِูŠู†َูƒُู…ْ ูˆَุฃَุชْู…َู…ْุชُ ุนَู„َูŠْูƒُู…ْ ู†ِุนْู…َุชِูŠ ูˆَุฑَุถِูŠุชُ ู„َูƒُู…ُ ุงู„ْุฅِุณْู„َุงู…َ ุฏِูŠู†ًุง
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Ma’idah: 3).

Kesepuluh, kriteria aliran sesat yang kesepuluh ialah mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i.
Kasus percontohannya seperti Ahmadiyah yang mengkafirkan yang bukan Ahmadiyah. Lalu Syi’ah yang mengutuk dan mengkafirkan Aisyah, Abu Bakar, Umar, Utsman dan para shahabat lainnya. Lalu LDII dengan salah satu buktinya pidato ketua umumnya “paradigma baru” sebagai kelanjutan dari LDII, Lemkari, Islam Jama’ah, Darul hadits yang menyebutkan di luar jama’ah mereka di dalam neraka.
Naskah Khutbah Jumat di Masjid Jenderal Sudirman Panggang, 22 Safar 1437 H
Muhammad  Tausikal 

Beberapa Aliran Sesat

Ibnu Qudamah al-Maqdisirahimahullah mengatakan, “Setiap golongan yang menamakan dirinya dengan selain identitas Islam dan Sunnah adalah mubtadi’ (ahli bid’ah) seperti contohnya : Rafidhah (Syi’ah), Jahmiyah, Khawarij, Qadariyah, Murji’ah, Mu’tazilah, Karramiyah, Kullabiyah, dan juga kelompok-kelompok lain yang serupa dengan mereka. Inilah firqah-firqah sesat dan kelompok-kelompok bid’ah, semoga Allah melindungi kita darinya.” (Lum’atul I’tiqad, dinukil dari Al Is’ad fi Syarhi Lum’atil I’tiqad hal 90. Lihat pula Syarh Lum’atul I’tiqad Syaikh al-‘Utsaimin, hal. 161)
Setelah membawakan perkataan Ibnu Qudamah ini Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah menyebutkan mengenai sebagian ciri-ciri Ahlul bid’ah. Beliau mengatakan, “Kaum Ahlul bid’ah itu memiliki beberapa ciri, di antaranya:
  • Mereka memiliki karakter selain karakter Islam dan Sunnah sebagai akibat dari bid’ah-bid’ah yang mereka ciptakan, baik yang menyangkut urusan perkataan, perbuatan maupun keyakinan.
  • Mereka sangat fanatik kepada pendapat-pendapat golongan mereka. Sehingga mereka pun tidak mau kembali kepada kebenaran meskipun kebenaran itu sudah tampak jelas bagi mereka.
  • Mereka membenci para Imam umat Islam dan para pemimpin agama (ulama).”(Syarh Lum’atul I’tiqad, hal. 161)
Kemudian Syaikh al-‘Utsaimin menjelaskan satu persatu gambaran firqah sesat tersebut secara singkat. Berikut ini intisari penjelasan beliau dengan beberapa tambahan dari sumber lain. Mereka itu adalah :
Pertama
Rafidhah (Syi’ah), yaitu orang-orang yang melampaui batas dalam mengagungkan ahlul bait (keluarga Nabi). Mereka juga mengkafirkan orang-orang selain golongannya, baik itu dari kalangan para Shahabat maupun yang lainnya. Ada juga di antara mereka yang menuduh para Shahabat telah menjadi fasik sesudah wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka ini pun terdiri dari banyak sekte. Di antara mereka ada yang sangat ekstrim hingga berani mempertuhankan ‘Ali bin Abi Thalib, dan ada pula di antara mereka yang lebih rendah kesesatannya dibandingkan mereka ini. Tokoh mereka di jaman ini adalah Khomeini beserta begundal-begundalnya. (Silakan baca Majalah Al Furqon Edisi 6 Tahun V/Muharram 1427 hal. 49-53, pent)
Kedua
Jahmiyah. Disebut demikian karena mereka adalah penganut paham Jahm bin Shofwan yang madzhabnya sesat. Madzhab mereka dalam masalah tauhid adalah menolak sifat-sifat Allah. Sedangkan madzhab mereka dalam masalah takdir adalah menganut paham Jabriyah. Paham Jabriyah menganggap bahwa manusia adalah makhluk yang terpaksa dan tidak memiliki pilihan dalam mengerjakan kebaikan dan keburukan. Adapun dalam masalah keimanan madzhab mereka adalah menganut paham Murji’ah yang menyatakan bahwa iman itu cukup dengan pengakuan hati tanpa harus diikuti dengan ucapan dan amalan. Sehingga konsekuensi dari pendapat mereka ialah pelaku dosa besar adalah seorang mukmin yang sempurna imannya. Wallahul musta’an.
Ketiga
Khawarij. Mereka ini adalah orang-orang yang memberontak kepada khalifah ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu karena alasan pemutusan hukum. Di antara ciri pemahaman mereka ialah membolehkan pemberontakan kepada penguasa muslim dan mengkafirkan pelaku dosa besar. Mereka ini juga terbagi menjadi bersekte-sekte lagi. (Tentang Pemberontakan, silakan baca Majalah Al Furqon Edisi 6 Tahun V/Muharram 1427 hal. 31-36, pent)
Keempat
Qadariyah. Mereka ini adalah orang-orang yang berpendapat menolak keberadaan takdir. Sehingga mereka meyakini bahwa hamba memiliki kehendak bebas dan kemampuan berbuat yang terlepas sama sekali dari kehendak dan kekuasaan Allah. Pelopor yang menampakkan pendapat ini adalah Ma’bad Al Juhani di akhir-akhir periode kehidupan para Shahabat. Di antara mereka ada yang ekstrim dan ada yang tidak. Namun yang tidak ekstrim ini menyatakan bahwa terjadinya perbuatan hamba bukan karena kehendak, kekuasaan dan ciptaan Allah, jadi inipun sama sesatnya.
Kelima
Murji’ah. Menurut mereka amal bukanlah bagian dari iman. Sehingga cukuplah iman itu dengan modal pengakuan hati saja. Konsekuensi pendapat mereka adalah pelaku dosa besar termasuk orang yang imannya sempurna. Meskipun dia melakukan kemaksiatan apapun dan meninggalkan ketaatan apapun. Madzhab mereka ini merupakan kebalikan dari madzhab Khawarij.
Keenam
Mu’tazilah. Mereka adalah para pengikut Washil bin ‘Atha’ yang beri’tizal (menyempal) dari majelis pengajian Hasan al-Bashri. Dia menyatakan bahwa orang yang melakukan dosa besar itu di dunia dihukumi sebagai orang yang berada di antara dua posisi (manzilah baina manzilatain), tidak kafir tapi juga tidak beriman. Akan tetapi menurutnya di akhirat mereka akhirnya juga akan kekal di dalam Neraka. Tokoh lain yang mengikuti jejaknya adalah Amr bin ‘Ubaid. Madzhab mereka dalam masalah tauhid Asma’ wa Shifat adalah menolak (ta’thil) sebagaimana kelakuan kaum Jahmiyah. Dalam masalah takdir mereka ini menganut paham Qadariyah. Sedang dalam masalah pelaku dosa besar mereka menganggapnya tidak kafir tapi juga tidak beriman. Dengan dua prinsip terakhir ini pada hakikatnya mereka bertentangan dengan Jahmiyah. Karena Jahmiyah menganut paham Jabriyah dan menganggap dosa tidaklah membahayakan keimanan.
Ketujuh
Karramiyah. Mereka adalah pengikut Muhammad bin Karram yang cenderung kepada madzhab Tasybih (penyerupaan sifat Allah dengan makhluk) dan mengikuti pendapat Murji’ah, mereka ini juga terdiri dari banyak sekte.
Kedelapan
Kullabiyah. Mereka ini adalah pengikut Abdullah bin Sa’id bin Kullab al-Bashri. Mereka inilah yang mengeluarkan statemen tentang Tujuh Sifat Allah yang mereka tetapkan dengan akal. Kemudian kaum Asya’irah (yang mengaku mengikuti Imam Abul Hasan al-Asy’ari) pada masa ini pun mengikuti jejak langkah mereka yang sesat itu. Perlu kita ketahui bahwa Imam Abul Hasan al-Asy’ari pada awalnya menganut paham Mu’tazilah sampai usia sekitar 40 tahun. Kemudian sesudah itu beliau bertaubat darinya dan membongkar kebatilan madzhab Mu’tazilah. Di tengah perjalanannya kembali kepada manhaj Ahlus Sunnah beliau sempat memiliki keyakinan semacam ini yang tidak mau mengakui sifat-sifat Allah kecuali tujuh saja yaitu : hidup, mengetahui, berkuasa, berbicara, berkehendak, mendengar dan melihat. Kemudian akhirnya beliau bertaubat secara total dan berpegang teguh dengan madzhab Ahlus Sunnah, semoga Allah merahmati beliau. (lihat Syarh Lum’atul I’tiqad, hal. 161-163)
Syaikh Abdur Razzaq al-Jaza’irihafizhahullah mengatakan, “Dan firqah-firqah sesat tidak terbatas pada beberapa firqah yang sudah disebutkan ini saja. Karena ini adalah sebagiannya saja. Di antara firqah sesat lainnya adalah : Kaum Shufiyah dengan berbagai macam tarekatnya, Kaum Syi’ah dengan sekte-sektenya, Kaum Mulahidah (atheis) dengan berbagai macam kelompoknya. Dan juga kelompok-kelompok yang gemar bertahazzub (bergolong-golongan) pada masa kini dengan berbagai macam alirannya, seperti contohnya: Jama’ah Hijrah wa Takfir yang menganut aliran Khawarij; yang dampak negatif ulah mereka telah menyebar kemana-mana (yaitu dengan maraknya pengeboman dan pemberontakan kepada penguasa, red), Jama’ah Tabligh dari India yang menganut aliran Sufi, Jama’ah-jama’ah Jihad yang mereka ini termasuk pengusung paham Khawarij tulen, kelompok al-Jaz’arah, begitu juga (gerakan) al-Ikhwan al-Muslimun baik di tingkat internasional maupun di kawasan regional (bacalah buku Menyingkap Syubhat dan Kerancuan Ikhwanul Muslimin karya Ustadz Andy Abu Thalib Al Atsary hafizhahullah). Sebagian di antara mereka (Ikhwanul Muslimin) ada juga yang tumbuh berkembang menjadi beberapa Jama’ah Takfiri (yang mudah mengkafirkan orang). Dan kelompok-kelompok sesat selain mereka masih banyak lagi.” (lihat al-Is’ad fii Syarhi Lum’atul I’tiqad, hal. 91-92, bagi yang ingin menelaah lebih dalam tentang hakikat dan bahaya di balik jama’ah-jama’ah yang ada silakan membaca buku ‘Jama’ah-Jama’ah Islam’ karya Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali hafizhahullah)

Salafi Bukanlah Suatu Aliran Tertentu


Salafi bukanlah suatu aliran atau kelompok
tertentu, akan tetapi salafi adalah penisbatan kepada para salaf yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sahabat, dan generasi terbaik setelahnya yaitu tabi’in dan tabi’ut tabi’in.

Bagi yang sudah belajar bahasa Arab tentu mereka paham, bahwa kata “salaf” (ุณู„ู) jika ditambahkan huruf “yaa’ nisbah” maka artinya adalah penisbatan kepada salaf. Sebagaimana kata yang sudah sering kita dengar “Islami” adalah penisbatan kepada Islam. Jadilah “pakaian Islami, akhlak Islami, dan lain-lain.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa beliau adalah “salaf”. Beliau berkata kepada putri beliau yaitu Fathimah:

ุงِุชَّู‚ِูŠْ ุงู„ู„ู‡َ ูˆَุงุตْุจِุฑِูŠ ูَุฅِู†َّ ู†ِุนْู…َ ุงู„ุณَّู„َูُ ุฃَู†َุง ู„َูƒِ

“Bertakwalah kamu dan bersabarlah karena sesungguhnya sebaik-baik Salaf bagi kamu adalah aku” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Begitu juga Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada putrinya yang hendak akan meninggal,

ุงِู„ْุญَู‚ِูŠْ ุจِุณَู„َูِู†َุง ุงู„ุตَّุงู„ِุญِ ุนُุซْู…َุงู†َ ุจْู†ِ ู…َุธْุนُูˆْู†ٍ

“Susul-lah para salaf (pendahulu) kita yang shalih, Utsman bin Mazh’un” (HR ath Thabrani di dalam al Mu’jam al Ausath no. 5736).

Demikian juga dengan penyebutan “dakwah salafiyah”. Bagi yang sudah belajar bahasa Arab tentu paham. Artinya adalah dakwah menyeru kepada pemahaman (metodologi) para salaf dalam beragama. Para salaf tersebut adalah generasi terbaik dalam Islam yang mana pemahaman agama mereka yang paling baik dan tentu harus kita ikuti. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

ุฎَูŠْุฑُูƒُู…ْ ู‚َุฑْู†ِูŠ، ุซُู…َّ ุงู„َّุฐِูŠู†َ ูŠَู„ُูˆู†َู‡ُู…ْ، ุซُู…َّ ุงู„َّุฐِูŠู†َ ูŠَู„ُูˆู†َู‡ُู…

ْ“Generasi terbaik adalah generasi di zamanku, kemudian generasi setelahnya (tabi’in), kemudian generasi setelahnya (tabi’ut tabi’in)” (HR. Bukhari 2651 dan Muslim 6638).

Jadi jika ada ungkapan “saya keluar dari salafi”, tentu belum memahami benar istilah ini dan semoga mereka yang berkata demikian bisa memahami dan mendapatkan kebaikan yang banyak.

Kenapa sih kok ada istilah salafi?

Merujuk kepada hadits mengenai umat akan terpecah belah menjadi 73 golongan (aliran) semuanya akan masuk neraka (tidak kekal) kecuali satu yang selamat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ุณَุชَูْุชَุฑِู‚ُ ุฃُู…َّุชِูŠ ุนَู„َู‰ ุซَู„ุงَุซَุฉٍ ูˆَุณَุจْุนِูŠู†َ ู…ِู„َّุฉً، ูƒُู„ُّู‡ُู…ْ ูِูŠ ุงู„ู†َّุงุฑِ ุฅِู„ุงَّ ูˆَุงุญِุฏَุฉً. ู‚ِูŠู„َ: ู…َู†ْ ู‡ِูŠَ ูŠَุง ุฑَุณُูˆู„َ ุงู„َّู‡ู„ِ؟ ู‚َุงู„َ: ู…َุง ุฃَู†َุง ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุฃَุตْุญَุงุจِูŠْ

“Umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan. Semuanya masuk neraka, kecuali satu golongan. Beliau ditanya, ‘Siapakah dia wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘(Golongan) yang menempuh jalan hidup (manhaj) yang aku dan para sahabatku tempuh”(HR. At-Tirmidzi).

Nah, satu yang selamat inilah yang dimaksudkan oleh para ulama. Berdasarkan penelitian para ulama nama satu kelompok ini ada banyak misalnya Firqatun najiyyah, Ahlus sunnah wal jamaah, ahlul Hadits, Salafi dan lain-lain.

Dahulunya para ulama mengenalkan dan mempopulerkan istilah ahli hadits atau ahlus sunnah wal jamaah, akan tetapi tatkala semua pihak dan aliran yang menyimpang juga mengaku bahwa mereka adalah ahlus sunnah wal jamaah, maka para ulama belakangan mempopulerkan istilah “salafi”, akan tetapi saat inipun cukup banyak yang mengaku salafi tetapi akhlak, agama, dan kepribadian mereka tidak sesuai dengan akhlak dan agama para salaf.

Jika ada yang berkomentar, “Salafi itu aliran keras dan maunya menang sendiri saja”

Bisa jadi karena ulah “oknum” yang mengaku-ngaku salafi. Cara bijak menyikapinya adalah jangan digeneralisir. Padahal para salaf mengajarkan agar dakwah itu lembut, menghindari debat kusir walaupun kita menang secara ilmu, murah senyum dan berwajah ceria, serta menginginkan kebaikan kepada saudaranya.

Jika ada yang berkomentar, “Salafi itu gampang membid’ahkan, mengkafirkan, dikit-dikit bid’ah”.

Bisa jadi karena ulah “oknum” yang mengaku-ngaku, tetapi jangan digeneralisir. Padahal para salaf mengajarkan agar tidak sembarangan membi’dahkan dan mengkafirkan. Kehormatan seorang muslim itu tinggi. Jika benar seseorang melakukan perbuatan bid’ah atau syirik, maka pelakunya belum tentu langsung otomatis dicap ahli bid’ah dan ahli kesyirikan karena bisa jadi ada udzur syar’i.

Ingat, para salaf mengajarkan, dakwah adalah menginginkan kebaikan kepada saudaranya, caranya harus baik dan lembut dan tepat keadaan. Jika dakwah diterima alhamdulillah, jika ditolak maka mereka didoakan, tidak boleh dimusuhi karena mereka adalah saudara kita dan memiliki hak-hak persaudaraan sesama muslim.

Ulama sejak dahulu sudah menggunakan istilah “salaf”

Kata “salaf” bukanlah kata-kata yang baru. Ulama sejak dahulu sudah menggunakannya, bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana pada hadits yang kami bawakan di awal.

Berikut kami nukil perkataan ulama-ulama sejak zaman dahulu yang sudah dikenal oleh kita:

1.Imam Asy-Syafi’i rahimahullah (wafat 204 H)

ูˆุฃุนุฑู ุญู‚ ุงู„ุณู„ู ุงู„ุฐูŠู† ุงุฎุชุงุฑู‡ู… ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ู„ุตุญุจุฉ ู†ุจูŠู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู…، ูˆุงู„ุฃุฎุฐ ุจูุถุงุฆู„ู‡ู…، ูˆุงู…ุณูƒ ุนู…ุง ุดุฌุฑ ุจูŠู†ู‡ู… ุตุบูŠุฑู‡ ูˆูƒุจูŠุฑู‡

“Dan aku mengakui hak para SALAF yang telah dipilih oleh Allah untuk menemani Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan menerima keutamaan-keutamaan mereka, dan aku menahan diri dari perkara yang mereka percekcokan baik yang kecil atau besar” (Al-Amru bi-ittiba’, As-Suyuthi).

2. Ahli tafsir Ibnu Katsir rahimahullah

ูˆุฃู…ุง ู‚ูˆู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰: { ุซُู…َّ ุงุณْุชَูˆَู‰ ุนَู„َู‰ ุงู„ْุนَุฑْุดِ } ูู„ู„ู†ุงุณ ููŠ ู‡ุฐุง ุงู„ู…ู‚ุงู… ู…ู‚ุงู„ุงุช ูƒุซูŠุฑุฉ ุฌุฏุง، ู„ูŠุณ ู‡ุฐุง ู…ูˆุถุน ุจุณุทู‡ุง، ูˆุฅู†ู…ุง ูŠُุณู„ูƒ ููŠ ู‡ุฐุง ุงู„ู…ู‚ุงู… ู…ุฐู‡ุจ ุงู„ุณู„ู ุงู„ุตุงู„ุญ: ู…ุงู„ูƒ، ูˆุงู„ุฃูˆุฒุงุนูŠ، ูˆุงู„ุซูˆุฑูŠ ูˆุงู„ู„ูŠุซ ุจู† ุณุนุฏ، ูˆุงู„ุดุงูุนูŠ، ูˆุฃุญู…ุฏ ุจู† ุญู†ุจู„، ูˆุฅุณุญุงู‚ ุจู† ุฑุงู‡ูˆูŠู‡ ูˆุบูŠุฑู‡ู…، ู…ู† ุฃุฆู…ุฉ ุงู„ู…ุณู„ู…ูŠู† ู‚ุฏูŠู…ุง ูˆุญุฏูŠุซุง، ูˆู‡ูˆ ุฅู…ุฑุงุฑู‡ุง ูƒู…ุง ุฌุงุกุช ู…ู† ุบูŠุฑ ุชูƒูŠูŠู ูˆู„ุง ุชุดุจูŠู‡ ูˆู„ุง ุชุนุทูŠู„

“Sedangkan firman Allah ta’ala: ‘Kemudian Dia istiwa’ di atas ‘Arsy’, maka orang-orang dalam masalah ini mempunyai pendapat yang sangat banyak. Dan ini bukanlah tempat untuk menjabarkannya. Pendapat inilah yang ditempuh oleh mazhabnya AS-SALAF ASH-SHALIH yaitu Imam Malik, Al-Auza’i, Sufyan Ats-Tsauri, Al-Laits bin Sa’ad, Asy-Syafi’i, Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Rohuyah dan imam-imam kaum muslimin baik yang dahulu dan sekarang, yakni menetapkannya tanpa takyif, tasybih dan ta’thil” (Tafsir Ibnu Katsir 3/426-427, syamilah).

3. Imam An-Nawawi rahimahullah berkata,

ูˆَุงุญْุชَุฌَّ ุงู„ุดَّุงูِุนِูŠُّ – ุฑุญู…ู‡ ุงู„ู„ู‡ – ุจِู…َุง ุฑَูˆَู‰ ุนَู…ْุฑُูˆ ุจْู†ُ ุฏِูŠู†َุงุฑٍุนู† ุงุจู† ุนู…ุฑ ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ู…ุง ุฃَู†َّู‡ُ ูƒَุฑِู‡َ ุฃَู†ْ ูŠَุฏَّู‡ِู†َ ูِูŠ ุนَุธْู…ِ ูِูŠู„ٍ ู„ِุฃَู†َّู‡ُ ู…َูŠْุชَุฉٌ، ูˆุงู„ุณู„ู ูŠุทู„ู‚ูˆู† ุงู„ูƒุฑุงู‡ุฉ ูˆ ูŠุฑูŠุฏูˆู† ุจู‡ุง ุงู„ุชุญุฑูŠู…

“Imam Asy-Syafii rahimahullah berhujjah dengan yang diriwayatkan oleh Amr bin Dinar dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma bahwa beliau memakruhkan memakai minyak dari tulang gajah, karena itu bangkai. Dan para SALAF memberikan istilah dengan makruh sedangkan maksud mereka adalah pengharaman” (Al-Majmu’ 1/127).

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen
Pemurajaah: Ustadz Abu Yazid Nurdin
Artikel muslim.or.id